Secara geografis, Cianjur memiliki tanah yang subur dan mengandung banyak air. Dari segi bahasa, cianjur berarti daerah yang cukup mengandung air.
Sementara menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat setempat, pemberiannama Cianjur tersebut terkait dengan sebuah peristiwa yang pernah terjadi di daerah itu.
Peristiwa apakah yang terjadi sehingga daerah tersebut diberi nama Cianjur?
Ikuti kisahnya dalam cerita Asal Mula Nama Kota Cianjur berikut ini!
* * * Alkisah, di sebuah desa di Jawa Barat, hiduplah seorang petani kaya bersama seorang anak lelakinya yang bernama Tetep. Seluruh sawah dan ladang di desaitu adalah miliknya. Untuk mengerjakan sawah dan ladangnya yang sangat luas itu, iamemburuhkannya kepada penduduk desa. Petani kaya itu memiliki sifat kikir. Saking kikirnya,anak kandungnya sendiri pun tidak pernah dibantunya. Oleh karena itu, penduduk desa menjulukinya Pak Kikir. Beruntunglah sifat kikir itu tidak menular pada si Tetep. Tetep adalah pemuda yang baik hati. Ia sering membantu tetangganya yang kesusahan tanpa sepengetahuan ayahnya. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, untuk memperoleh hasil panen yang melimpah, harus diadakan pesta syukuran setiap selesai panen. Jika tidak, mereka akan gagal pada panen berikutnya Oleh karena takut gagal, Pak Kikir punterpaksa mengadakan pesta syukuran dengan mengundang seluruh penduduk desa.
Para warga pun merasa gembira karena mereka akan menikmati berbagai jenis makanan enak dan lezat.
Namun, betapa kecewanya mereka pada saat pesta itu berlangsung. Rupanya, Pak Kikir hanya menghidangkan makanan seadanya, sehingga tidak cukup untuk menjamu seluruh undangan.
Banyak di antara undangan yang tidak mendapat bagian.
“Huh, sungguh keterlaluan Pak Kikir! Sudah berani mengundang orang, tapi tidak sanggup menyediakan makanan. Untuk apahartanya yang melimpah itu?” ujar seorang warga dengan nada kecewa.
Suasana di pesta itu pun menjadi gaduh. Para para undangan mempergunjingkan kekikiran Pak Kikir. Bahkan banyak di antara mereka yang menyumpahi agar harta kekayaannya tidak diberkahi oleh Tuhan.
Di tengah-tengah kegaduhan itu, tiba-tiba datanglah seorang nenek tua danmenghampiri Pak Kikir.
“Tuan, kasihanilah saya! Berilah hamba sesuap nasi! Sudah dua hari hamba belum makan,” rintih nenek itu mengiba.
“Hai, Nenek Tua! Kamu kira memperoleh sesuap nasi itu mudah, hah!” bentak Pak Kikir dengan suara yang sangat keras.
Suasana pesta yang semula gaduh, tiba-tiba berubah menjadi hening. Seluruh undangan terdiamdan semua perhatian tertuju kepada si Nenek itu.
“Tapi, Tuan! Bukankah Tuan memiliki harta yang sangat melimpah? Berilah hamba sedikit agar hamba dapat makan hari ini!” nenek itu kembali mengiba.
Sungguh malang nasib nenek itu. Bukannya sedekah yang ia terima, melainkan bentakan dan perlakuan kasar.
“Iya, memang hartaku banyak! Tapi, itu semua kudapatkan dari jerih payahku sendiri!” bentak Pak Kikir. “Ayo cepat pergi dari sini! Kalau tidak, akan kusuruh tukang pukulku mengusirmu!”Dengan hati pilu, nenek yang malang itu segera meninggalkan halaman rumah Pak Kikir. Tak terasa air matanya bercucuran membasahi kedua pipinya yang sudah keriput.
Ia berjalan sempoyongan menyusuri jalan desa. Si Tetep yang merasa kasihan melihat si nenek itu secara diam-diam mengambil jatahmakan siangnya, lalu mengejar nenek itu yang sudah sampai di ujung desa.
“Tunggu, Nek!” teriak si Tetep. Nenek itu pun berhenti, lalu menoleh ke belakang. Ia melihat seorang anak muda berlari mendekatinya.
“Ada apa, Anak Muda?” tanya nenek itu.
“Saya Tetep, Nek! Saya ingin meminta maaf atas perlakuan Ayah saya tadi! Sebagai obat kecewa, ambillah jatah makan siang saya ini, Nek!” kata si Tetepseraya menyerahkan makanannyakepada nenek itu.
“Terima kasih, Tetep! Engkau anak yang baik hati. Semoga Tuhan akan membalas kebaikanmuini dengan kemuliaan,” ujar nenekitu dengan perasaan gembira.
“Sama-sama, Nek!” ucap sit Tetepseraya berpamitan kembali ke rumahnya.
Setelah si Tetep pergi, nenek tuaitu segera menyantap makanan itu, lalu kembali melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah bukit di dekat desa.
Setibanya di atas bukit, ia berhenti sejenak untuk melepaskan lelah. Dari atas bukit itu ia dapat melihat rumah Pak Kikir berdiri dengan megah di antara rumah-rumah penduduk desa. Ia turut bersedih melihat penderitaan penduduk akibat keserakahan Pak Kikir.
“Dasar orang tua serakah! Tunggulah pembalasannya, Pak Kikir! Tuhan akan menimpakan hukuman kepadamu.
Keserakahandan kekikiranmu akan menenggelamkanmu!” ucap nenek itu.
Usai berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, nenek tua itu segeramenancapkan tongkatnya ke tanah. Begitu ia mencabut kembalitongkatnya, terpancarlah air yang sangat deras dari lubang tancapan itu. Semakin lama lubangtancapan itu semakin besar, sehingga terjadilah banjirlah besar.
Melihat kedatangan banjir itu, para warga yang masih berkumpul di rumah Pak Kikir menjadi panik dan segera berlarian mencari tempat perlindungan untuk menyelamatkan diri.
“Banjir...! Banjir...! Ayo lari...!” teriakpara penduduk desa dengan panik.
Melihat kepanikan para warga, si Tetep segera menganjurkan mereka agar berlari menuju ke atas bukit.
“Bagaimana dengan sawah dan ternak kita?” tanya para warga.
“Tidak usah memikirkan harta kalian! Yang penting selamatkan dulu nyawa kalian!” ujar si Tetep yang bijak itu.
Akhirnya, warga pun berlarian menuju ke atas bukit.
Sementara itu, Pak Kikir masuk dalam rumahnya hendak menyelamatkanharta bendanya.
“Ayah, ayo cepat keluarlah dari rumah! Banjir itu sudah semakin dekat! Kita harus segera menyelamatkan diri!” seru si Tetep.
Pak Kikir tidak menghiraukan seruan anaknya. Ia terus berusaha mengambil peti hartanya yang disimpan di dalam tanah. Beberapa kali si Tetep berteriak, namun ayahnya belum juga keluar dari rumah. Akhirnya ia segera berlari menuju ke bukit untuk menyelamatkan diri.
Sementara itu, Pak Kikir yang masih sibuk mengumpulkan hartanya, tidak dapat lagi menyelamatkan diri. Banjir besar itu telah menenggalamkannya.
Si Tetep bersama warga lainnya yang berlari naik ke atas bukit akhirnya selamat.
Namun mereka sangat sedih, karena seluruh desa mereka sudah terendam banjir. Rumah, ternak, dan seluruh harta benda mereka hanyut terbawa arus banjir.
Akhirnya, si Tetep menganjurkan penduduk untuk mencari daerah lain yang lebih aman. Setelah mendapat tempat yang cocok, mereka pun membuat pemukiman dan mengangkat si Tetep menjadikepala desa.
Tetep seorang pemimpin yang adildan bijaksana. Setelah membagi tanah secara rata, ia pun menganjurkan warganya untuk mengolah tanah tersebut. Ia mengajari mereka cara menanam padi dan mengairi sawah dengan baik.
Berkat anjuran si Tetep, mereka hidup aman dan sejahtera. Mereka pun senantiasapatuh terhadap anjuran pemimpinnya. Desa itu kemudian mereka namai Desa Anjuran. Lamakelamaan, desa itu berkembang menjadi kota kecil yang disebut Cianjur.
* * * Demikian cerita Asal Mula Nama Kota Cianjur dari Provinsi Jawa Barat. Hingga kini, selain dikenal sebagai kota santri dan penghasilberas wangi dan pulen, Kota Cianjur juga dikenal sebagai penghasil manisan dan makanan ringan lainnya seperti tauco . Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa kekikiran dan keserakahan terhadap harta benda dapat menyebabkan seseorang celaka. Dikatakan dalam Tunjuk Ajar Melayu: apa tanda oran terkutuk, terhadap harta dia kemaruk